Masjid ini didirikan oleh Pangeran Natakusuma(
Penembahan Somala). Masjid ini didirikan karena Masjid Laju terlalu kecil untuk
bisa menampung jamaah yang semakin membeludak. Masjid ini didirikan oleh
arsitek yang bernama Lauw Piango. Lauw Piango adalah cucu dari Lauw Khun Thing
yang merupakan salah satu salah satu diantara 6 orang Cina yang mula-mula
datang dan menetap di Sumenep. Ia diperkirakan pelarian dari Semarang akibat “
HURU-HARA TIONGHOWA” pada tahun 1740 Masehi.
Masjid yang megah ini dimulai pembangunannya pada
tahun 1198 H (1779 M) dan selesai pembangunannya pada tahun 1206 H (1787 M). Masjid ini
berdekatan dengan alun-alun kota dan keraton Sumenep. Bentuk arsitektural
masjid ini merupakan perpaduan antara etnis Tionghowa dan Jawa.
Di sekeliling masjid pagar tembok & pintu
gerbang berbentuk gapura. Diatas gapura terdapat dua lubang terbuka yang
diibaratkan dua mata manusia yang sedang melihat & terdapat dua pintu kanan
dan kiri yang diibaratkan sebagai telinga manusia. Sekeliling gapura, diukir
membentuk rantai yang melambangkan semua umat Islam harus bersatu & menjadi
satu dibawah bendera “UKHWAH ISLAMIYAH” Lalu diatas kedua lambing mata terdapat
ukiran segilima memanjang ke atas yang diibaratkan manusia yang sedang duduk
dengan rapi menghadap kiblat, namun dipisahkan oleh gambar pintu
seperti pintu yang ada dibawahnya,ini
melambangkan bahwa apabila masuk kedalam masjid melakukan salat jum’at harus
memakai tata krama, melihat jangan sampai memisahkan kedua orang yang duduk
bersama & ketika imam keluar menuju mimbar jangan sampai berjalan
melangkahi seseorang.
Di dalam Masjid tersebut ditanami pohon sawo (sabu)
dan pohon Tanjung. Menurut sejarahnya, semua masjid / mushalla ditanami pohon
sawo dan tanjung, yang melambangkan harapan dari pendirinya, yang mengandung
maksud :
Ø Sabu memiliki arti kata Sa
dan Bu.Yang artinya Sa adalah salat dan Bu adalah jha’ bu-ambu
Ø Tanjung memiliki arti kata
Tan dan Jung. Yang artinya Tan adalah tandha dan Jung adalah Ajhunjhung
Ø Masjid sendiri merupakan
kegiatan agama Allah
Apabila dijabarkan
mengandung maksud :
“Salat Jha’
bu-ambu ,tandha ajhunjung tenggi kegiatan agama Allah”.
Maka dalam Bhs.Indonesia
adalah:
“Salat lima waktu jangan ditinggalkan, sebagai tanda
menjunjung tinggi agama Allah”
Penembahan Somala memberi wasiat yang berbunyi :”
Masjid ini adalah Baitullah, berwasiat Pangeran Natakusuma penguasa di negeri
Sumenep / Keraton Sumenep. Sesungguhnya wasiatku kepada orang yang memerintah
& menegakkan kebaikan. Jika terdapat
masjid ini sesudahku (keadaan) aib, maka perbaiki. Karena sesungguhnya Masjid
ini adalah wakaf ,tidak boleh diwaris,tidak boleh dijual ,dan tidak boleh
dirusak”.Wasiat ini ditulis tahun 1806 M, pada waktu Pangeran Abd. Rachman
Tirtodiningrat ditunjuk dan ditetapkan sebagai Nadir Wakaf Penembahan Somala,
pada waktu Pangeran Abdurrahman masih belum menjadi Adipati Sumenep.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar