Laman

Sabtu, 22 November 2014

Sejarah Masjid Agung Sumenep

Masjid ini didirikan oleh Pangeran Natakusuma( Penembahan Somala). Masjid ini didirikan karena Masjid Laju terlalu kecil untuk bisa menampung jamaah yang semakin membeludak. Masjid ini didirikan oleh arsitek yang bernama Lauw Piango. Lauw Piango adalah cucu dari Lauw Khun Thing yang merupakan salah satu salah satu diantara 6 orang Cina yang mula-mula datang dan menetap di Sumenep. Ia diperkirakan pelarian dari Semarang akibat “ HURU-HARA TIONGHOWA” pada tahun 1740 Masehi.
Masjid yang megah ini dimulai pembangunannya pada tahun 1198 H (1779 M) dan selesai pembangunannya  pada tahun 1206 H (1787 M). Masjid ini berdekatan dengan alun-alun kota dan keraton Sumenep. Bentuk arsitektural masjid ini merupakan perpaduan antara etnis Tionghowa dan Jawa.
Di sekeliling masjid pagar tembok & pintu gerbang berbentuk gapura. Diatas gapura terdapat dua lubang terbuka yang diibaratkan dua mata manusia yang sedang melihat & terdapat dua pintu kanan dan kiri yang diibaratkan sebagai telinga manusia. Sekeliling gapura, diukir membentuk rantai yang melambangkan semua umat Islam harus bersatu & menjadi satu dibawah bendera “UKHWAH ISLAMIYAH” Lalu diatas kedua lambing mata terdapat ukiran segilima memanjang ke atas yang diibaratkan manusia yang sedang duduk dengan rapi menghadap kiblat, namun dipisahkan oleh gambar pintu seperti  pintu yang ada dibawahnya,ini melambangkan bahwa apabila masuk kedalam masjid melakukan salat jum’at harus memakai tata krama, melihat jangan sampai memisahkan kedua orang yang duduk bersama & ketika imam keluar menuju mimbar jangan sampai berjalan melangkahi seseorang.
Di dalam Masjid tersebut ditanami pohon sawo (sabu) dan pohon Tanjung. Menurut sejarahnya, semua masjid / mushalla ditanami pohon sawo dan tanjung, yang melambangkan harapan dari pendirinya, yang mengandung maksud :
Ø  Sabu memiliki arti kata Sa dan Bu.Yang artinya Sa adalah salat dan Bu adalah jha’ bu-ambu
Ø  Tanjung memiliki arti kata Tan dan Jung. Yang artinya Tan adalah tandha dan Jung adalah Ajhunjhung
Ø  Masjid sendiri merupakan kegiatan agama Allah
Apabila dijabarkan mengandung maksud :
“Salat Jha’ bu-ambu ,tandha ajhunjung tenggi kegiatan agama Allah”.
Maka dalam Bhs.Indonesia adalah:
            “Salat lima waktu jangan ditinggalkan, sebagai tanda menjunjung tinggi agama Allah”
Penembahan Somala memberi wasiat yang berbunyi :” Masjid ini adalah Baitullah, berwasiat Pangeran Natakusuma penguasa di negeri Sumenep / Keraton Sumenep. Sesungguhnya wasiatku kepada orang yang memerintah & menegakkan kebaikan. Jika  terdapat masjid ini sesudahku (keadaan) aib, maka perbaiki. Karena sesungguhnya Masjid ini adalah wakaf ,tidak boleh diwaris,tidak boleh dijual ,dan tidak boleh dirusak”.Wasiat ini ditulis tahun 1806 M, pada waktu Pangeran Abd. Rachman Tirtodiningrat ditunjuk dan ditetapkan sebagai Nadir Wakaf Penembahan Somala, pada waktu Pangeran Abdurrahman masih belum menjadi Adipati Sumenep.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar